Tampilkan postingan dengan label WISATA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label WISATA. Tampilkan semua postingan

Dieng - Tahun Baru, Banyak Hiburan

Mungkin agak basi, tapi tak apa deh :D Nih, ada sedikit berita dari Suara Merdeka.

---------------------oOo-------------------------
WONOSOBO, suaramerdeka.com - Untuk menyongsong liburan tahun baru, obyek wisata Kawasan Dataran Tinggi Dieng sudah disiapkan raturan pementasan seni tradisional.

Hari ini (28/12) tim dari Dinas Pariwisata sedang meninjau lokasi yang dijadikan pusat acara. Pentas kesenian yang akan ditampilkan yakni gabungan dari dua daerah yaitu Wonosobo dan Banjarnegara. Diperkirakan jumlah pengunjung yang akan naik ke Dieng pada sepekan ini bisa mencapai 15.000 wisatawan.

Kepala Bidang Pengembangan Wisata Disparbud Wonosobo, Drs Suprayudi mengemukakan, pentas seni di Dieng digelar pada perayaan tahun baru supaya ruh nilai-nilai budaya tidak luntur. Menurutnya sebagai salah satu wisata alam, pentas seni dinilai paling cocok karena tidak merusak lingkungan.

"Pentas seni ini akan diikuti oleh sejumlah seni tradisional yang ada di sekitar Dieng," katanya.

Beberapa titik pentas seni akan digelar di Dieng Plateu Theater (DPT), Kompleks Candi Arjuna, Kecamatan Batu, Telaga Warga dan kawasan Telaga Cebong di Desa Sembungan, Kecamatan Kejajar.

Menurutnya, tingkat kunjungan wisatawan nusantara jelang tahun baru setiap hari sudah mencapai 500 orang dan wisatawan mancanegara mencapai 300 orang. Suprayudi memperkirakan pada tahun baru ini volume kunjungan puncak akan terjadi pada tanggal 29 Desember hingga tanggal 2 Januari. ( Edy Purnomo / CN27 / JBSM )

[sumber : Suara Merdeka]
---------------------oOo-------------------------

Nah lo, ayo ayo siapa yang mau berwisata ke Dieng,, khusus tahun baru ada pentas seninya lho, jadi kita tidak hanya bisa menikmati pesona alam Dataran Tinggi Dieng saja, kita juga bisa melongok kesenian daerah perpaduan antara dua kabupaten, Wonosobo dan Banjarnegara. Buruan, limited edition loohh :D

Hampir Punah, Badak Cula Hanya Tersisa Puluhan Ekor

Jakarta - Populasi satwa langka Badak Cula Satu diperkirakan hanya tersisa 50 ekor. Hasil foto Taman Nasional Ujung Kulon mendeteksi binatang purba unik khas Indonesia ini sebanyak 30 ekor saja.
"Berdasarkan hasil foto tim kami, Badak Cula Satu terdeteksi sebanyak 30 ekor," ujar Kepala Taman Nasional Ujung Kulon, Agus Priambudi disela acara restorasi habitat Badak Cula Satu di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten, Senin (15/3/2010).

Namun berdasarkan perkiraan atas penelusuran jarak jauh, satwa langka Badak Cula Satu (Rhinoceros Sondaicus) diperkirakan ada sebanyak 50 ekor. Menurut Agus, jumlah ini dikhawatirkan akan merosot yang bisa berujung pada kepunahan jika tidak dilakukan tindakan intensif.

"Untuk itu kita punya berbagai program restorasi dalam rangka meningkatkan populasi Badak Cula Satu," ujar Agus.

Salah satunya adalah dengan melakukan penyiapan bibit dan penanaman tanaman pangan Badak Cula Satu, serta pemeliharaan intensif termasuk mendorong proses reproduksi satwa langka ini.

Habitat Badak Cula Satu berlokasi di dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Kawasan ini sendiri berada di dua kecamatan, yaitu Sumur dan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang, Banten. Luas kawasan ini mencapai 122.956 hektar terdiri dari daratan seluas 78.619 hektar dan laut 44.337 hektar.

Kawasan habitat Badak Cula Satu mengambil lahan sekitar 40 ribu hektar. Dari kawasan habitat tersebut, tim Taman Nasional Ujung Kulon memiliki program restorasi di atas lahan seluas 3 ribu hektar.

"Kami ada rencana membangun pagar untuk melindungi habitat Badak Cula Satu. Hanya saja program ini butuh dana miliaran rupiah. Sudah ada beberapa donatur asing yang komitmen membantu," ujarnya.

Taman Nasional Ujung Kulon membutuhkan dana sebesar Rp 25 miliar per tahun untuk program restorasi, peningkatan keamanan dan pengembangan menjadi kawasan wisata.

Anggaran yang disediakan dalam APBN sebesar Rp 11 miliar. Namun donatur lembaga-lembaga asing ikut membantu. Kendati demikian, kawasan ini masih membutuhkan dana sekitar Rp 10 miliar per tahun.

Dari kawasan seluas 122 ribu hektar tersebut, baru sedikit saja yang sudah dikembangkan, terlebih kawasan laut masih jauh dari optimal yang disebabkan kendala dana.


[sumber: detikNews]

Penginapan di Dieng

Bagi yang kemarin request penginapan di Dieng, ne ada beberapa penginapan yang bisa dicoba...

Pondok Wisata Lestari
Pertigaan dieng
c/p pak yanto 085228272404 / 0281 3342026
Rate Rp 75.000 – Rp 150.000.

Penginapan Bu Jono
c/p pak Didik 085227389949
www.geocitis.hotelbujono.com
jl. Raya km 27 Dieng Plateu
Room rate Rp 75.000 – Rp 150.000.

Homestay Pancawarna, cp: Daryanto/Hotimah 085878581677

Homestay Flamboyant , persis di depan pondok lestari

Dieng Adventure 2009

Rencana & Persiapan EVENT di DIENG tahun 2009

Dalam rangka HUT WONOSOBO, PEMDA KAB WONOSOBO mengadakan DIENG TRAIL ADVENTURE 2009, bekerja sama dengan TOWER dan DICTRO. Kegiatan ini akan dilaksanakan pada tanggal 09 Agustus 2009.


Infromasi lebih lanjut : http://www.tower.htmlplanet.com/catalog_1.html

Alat Deteksi Gas Beracun Rusak

Berdasarkan liputan harian Kedaulatan Rakyat (29/4) halaman 14 kolom 2, alat untuk mendeteksi munculnya gas beracun yang dipasang di kawasan Sawah Sikendang dan Telaga Warna Dieng rusak dan tidak bisa difungsikan lagi. Padahal keberadaan alat itu sangat vital yang mempu memberikan peringatan dini munculnya gas beracun kepada warga sekitar maupun pengunjung wisata.
Kepala Resort Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) KPH Dieng, Pardiyono (55) membenarkan terkait kerusakan pada alat deteksi gas beracun di Dieng. Alat yang terpasang sejak 2007 itu kini tidak berfungsi. Seluruh lapisan besi pada alat tersebut sudah karatan.

“Kemungkinan penyebab kerusakan pada alat itu lataran pangaruh asap belerang yang merekat pada lapisan besi, sehingga besi berkarat dan akhirnya alat rusak. Saya sudah berkali-kali melaporkannya ke Propinsi Jateng. Tapi sampai sekarang belum ada tanggapan.” Jelasnya.

Padahal, lanjut Pardiyono, fungsi dari alat deteksi gas beracun itu sangat penting dan dibutuhkan. Alat itu mampu memberikan informasi dini kepada penduduk sekitar dan wisatawan yang sedang menikmati indahnya wisata Dieng. Perlu diketahui juga bahwa gas beracun Dieng pernah menewaskan ratusan manusia pada tahun 1979 silam. Jadi kemunculan gas beracun harus tetap diwaspadai.
Menurutnya, alat deteksi gas beracun Dieng itu merupakan bantuan dari Propinsi Jateng yang diberikan semasa kepemimpinan mantan Guberbur Jateng Mardiyanto pada 2007 lalu. Sayangnya, baru sekitar setahun dipasang, alat deteksi gas beracun itu sudah rusak dan tidak berfungsi.

ARUNG JERAM => KALI SERAYU

Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu bagian dari Propinsi Jawa Tengah yang terletak di lereng beberapa gunung dan pegunungan. Wilayah Wonosobo terletak di lereng Gunung Sindoro, Sumbing, Prahu, Bismo dan di lereng pegunungan Telomoyo, Tampomas serta Songgoriti.

Luas wilayah Kabupaten Wonosobo adalah 984,68 Km persegi, terletak antara 7° 11° dan 7° 04° Lintang Selatan, 109° 43° dan 110° 04° Bujur Timur. Kabupaten Wonosobo berjarak 120 Km dari ibu kota Propinsi Jawa Tengah dan 520 Km dari ibu kota negara (Jakarta) dengan ketinggian berkisar antara 270 meter sampai dengan 2.250 meter di atas permukaan laut (dpl).

Secara hydrologis dan geologis Wonosobo memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar. Oleh karena letaknya di sekitar gunung berapi yang masih muda, maka kesuburan tanahnya amat tinggi yang sangat berpengaruh terhadap potensi pertanian dan perkebunan yang merupakan sumber penghasilan penting bagi Wonosobo.

Kabupaten Wonosobo mempunyai banyak obyek wisata, di antaranya Dataran Tinggi Dieng , Telaga Warna, Telaga Pengilon dan Gua Semar, Kawah Sikendang, Tuk Bimolukar, Agro Wisata Tambi, Telaga Menjer dan berbagai obyek wisata lainnya seperti arung jeram di Sungai Serayu.

Selain itu Wonosobo juga kaya akan budaya dan seni tradisional. Kesenian tradisional dimanfaatkan untuk lebih menarik wisatawan, khususnya wisatawan manca, agar berkunjung dan tinggal lebih lama di Wonosobo. Tarian tradisional juga sering ditampilkan pada acara perayaan khusus seperti hari ulang tahun kemerdekaan RI, hajatan keluarga dll.

Objek wisata khusus arena arung jeram belakangan makin banyak penggemarnya. Olahraga pembangkit adrenalin tubuh ini makin banyak bermunculan di mana-mana. Salah satunya seperti yang kini terus dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, dengan memanfaatkan jeram yang ada di aliran Sungai Serayu. Arung jeram di sungai ini lambat laun makin diminati wisatawan nusantara.

Sungai Serayu terletak di Kabupaten Wonosobo - Banjarnegara, Jawa Tengah kira-kira 2,5 jam perjalanan dari Jogjakarta dengan melewati lereng Gunung Sindoro-Sumbing yang menyajikan kesejukan dan panorama alam pegunungan. Sungai ini berada pada ketinggian 500 meter (dpl) sangat mudah dijangkau karena terletak di pinggir jalan raya yang menghubungkan kota Wonosobo dan Banjarnegara tepatnya berdekatan dengan jalan raya Tunggoro-Singomerto.

Mengenai tingkat kesulitan arung jeram di Kabupaten Wonosobo ini bervariasi, mulai dari grade dua sampai grade empat dengan jumlah jeram sebanyak 30 jeram. Pada grade yang lebih rendah tingkat kesulitan yang ada masih relatif mudah namun pada grade yang makin tinggi tingkat kesulitan yang harus dilalui pun semakin berat. Namun, bagi peminat arung jeram yang sudah terbiasa berarung jeram dan profesional mengendalikan perahu, makin tinggi tingkat kesulitannya justru makin mengasyikkan dan menarik.

Sungai Serayu dengan panjang 25 km dapat total ditempuh selama kira-kira 4,5 - 5 jam pengarungan, tepatnya bisa dari jembatan di Desa Blimbing atau Desa Tunggoro (Kab. Wonosobo) serta Desa Prigi (Kab.Banjarnegara) ke Desa Singomerto, Kecamatan Sigaluh, Kabupaten Banjarnegara. Waktu tempuh ini sudah termasuk istirahat di tengah perjalanan. Arung jeram ini hanya boleh diikuti oleh wisatawan berusia antara 10-60 tahun. Untuk menuju ke lokasi objek wisata minat khusus arung jeram ini dengan mobil dari Kota Wonosobo dibutuhkan waktu sekitar 30-40 menit atau berjarak tempuh sepanjang 26 km.

Bagi wisatawan yang ingin berarung jeram, pengelola objek wisata ini telah menyediakan peralatan komplit dengan biaya Rp150 ribu hingga Rp200 ribu untuk wisatawan nusantara dan sekitar Rp350 ribu bagi wisatawan mancanegara. Biaya itu sudah termasuk sewa perahu karet, jaket pelampung, asuransi, jasa guide dan konsumsi. (Sumber: resep.web.id)

Pegunungan Dieng - Wonosobo


Dieng adalah sebuah kawasan di daerah dataran tinggi di perbatasan antara Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Desa Dieng terbagi menjadi Dieng Kulon, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara dan Dieng Kidul, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo.
Kawasan ini terletak sekitar 26 km di sebelah Utara ibukota Kabupaten Wonosobo, dengan ketinggian mencapai 6000 kaki atau 2.093 m di atas permukaan laut. Suhu di Dieng sejuk mendekati dingin. Temperatur berkisar 15—20°C di siang hari dan 10°C di malam hari. Bahkan, suhu udara terkadang dapat mencapai 0°C di pagi hari, terutama antara Juli—Agustus. Penduduk setempat menyebut suhu ekstrem itu sebagai bun upas yang artinya "embun racun" karena embun ini menyebabkan kerusakan pada tanaman pertanian.

Note : Gambar kawah , Candi Arjuna, dan Peta Dieng

Obyek Wisata :
Beberapa peninggalan budaya dan cagar alam telah dijadikan sebagai obyek wisata dan dikelola bersama oleh dua kabupaten, yaitu Banjarnegara dan Wonosobo. Berikut beberapa obyek wisata di Dieng.

* Telaga Werna, sebuah telaga yang sering memunculkan nuansa warna merah, hijau, biru, putih, dan lembayung
* Telaga Pengilon
* Kawah: Sikidang, Sileri, Sinila (meletus dan mengeluarkan gas beracun pada tahun 1979 dengan korban 149 jiwa)
* Kompleks Candi-candi Hindu yang dibangun pada abad ke-7, antara lain: Gatotkaca, Bima
* Gua Semar
* Sumur Jalatunda
* Mata air Sungai Serayu

Nama Dieng berasal dari bahasa Sunda Kuno "Di" yang berarti "tempat" atau "gunung" dan "Hyang" yang bermakna (Dewa). Dengan demikian, Dieng berarti daerah pegunungan tempat para dewa dan dewi bersemayam. Nama Dieng berasal dari Bahasa Sunda karena diperkirakan sebelum tahun 600 daerah itu didiami oleh Suku Sunda dan bukan Suku Jawa. (Sumber: wikipedia).

Candi-candi di Dieng dipercaya sebagai tanda awal peradaban Hindu di Pulau Jawa pada masa Sanjaya pada abad ke-8. Hal ini ditunjukkan dengan adanya gugusan candi di Dieng yang konon untuk memuja Dewa Syiwa. Candi-candi tersebut antara lain: Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, Candi Sembadra, Candi Gatot Kaca. Sedangkan untuk penamaan candi-candi itu sendiri dipercaya baru dimulai pada abad ke-19. Hal ini ditunjukkan dengan adanya relief-relief yang ada pada candi tersebut. Misalnya pada Candi Srikandi, relief yang terlukis justru merupakan penggambaran dari wujud Dewa Syiwa. Candi-candi tersebut dibangun dengan menggunakan konstruksi batu Andesit yang berasal dari Gunung Pakuwaja yang berada di Selatan komplek Candi Dieng.

Dieng terbentuk dari gunung api tua yang mengalami penurunan drastis (dislokasi), oleh patahan arah barat laut dan tenggara. Gunung api tua itu adalah Gunung Prau. Pada bagian yang ambles itu muncul gunung-gunung kecil yaitu: Gunung Alang, Gunung Nagasari, Gunung Panglimunan, Gunung Pangonan, Gunung Gajahmungkur dan Gunung Pakuwaja.

Beberapa gunung api masih aktif dengan karakteristik yang khas. Magma yang timbul tidak terlalu kuat tidak seperti pada Gunung Merapi. Sedangkan letupan-letupan yang terjadi adalah karena tekanan air bawah tanah oleh magma yang menyebabkan munculnya beberapa gelembung-gelembung lumpur panas. Fenomena ini antara lain dapat dilihat pada Kawah Sikidang atau Kawah Candradimuka .

Untuk antisipasi terjadinya bahaya vulkanik Direktorat Vulkanologi dan MITIGASI Bencana Geologi secara terus menerus memantau aktifitas vulkanik di Pegunungan Dieng.

Dieng memang tempat yang elok dan damai serta menyimpan sejuta tantangan gairah para ilmuwan untuk melakukan penelitian. (Sumber : www.savedieng.org )